Di era serba instan saat ini, orang-orang terutama generasi remaja menuju dewasa dihadapkan pada persoalan mental, dimana tidak sedikit yang merasakan masalah psikologis akibat rendahnya tingkat resiliensi atau kemampuan seseorang dalam menghadapi tekanan. Usia tersebut adalah masa-masa dimana seseorang masih mencari jati diri, sangat rentan mengalami stres, gampang terbawa perasaan, serta mudah putus asa. Diibaratkan dengan stroberi yang indah tampak dari luar, tetapi kenyataannya mudah rapuh, maka disebutlah generasi stroberi.
Generasi stroberi akan merasakan ketakutan terhadap penilaian dan kritik dari orang lain ataupun takut dengan kegagalan. Kritikan seolah-olah dianggap sebagai masalah besar, hingga membuatnya terpuruk, tidak mampu mengendalikan diri, menunda-nunda pekerjaan, bahkan sampai membuatnya tidak mampu mengerjakan apapun. Berdasarkan fakta tersebut, salah satu pengasuh Pesantren Anwarul Qur’an yakni Ustazah Jusmiati, S.Psi, M.Psi., memaparkan lebih lanjut mengenai hal tersebut dalam kegiatan bedah artikel yang merupakan kegiatan rutin Ahad pagi di Pesantren Anwarul Qur’an Kota Palu.
Beliau mengulas sebuah artikel berjudul “Positive Psychology Online Training based on Islamic Value to Improve Student Resilience” yang ditulis oleh Dian Kusuma Hapsari, Usmi Karyani, dan Wisnu Hertinjung sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Beliau mengibaratkan bahwa orang yang tingkat resiliensinya kuat, ketika ia dilempar, ia akan tetap kembali. Dalam artian seseorang akan mampu bangkit meskipun telah ditimpa berbagai macam masalah yang datang silih berganti. Resiliensi ini dapat disamakan dengan tangguh, dan untuk menjadi orang yang tangguh tidak mungkin tanpa adanya ujian terlebih dahulu. Seseorang mesti diuji dan berusaha mengatasi masalah tersebut, mampu bertahan hingga menemukan titik penyelesaiannya.
Kegiatan bedah artikel pada hari Ahad, 30 Juni 2024 berjalan dengan lancar, para santri menyimak penjelasan Ustazah Jusmiati dengan baik. Artikel yang dibahas merupakan tulisan yang disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam rangka mengintegrasikan antara psikologi positif dan pendekatan Islam. Psikologi positif membahas tentang karakter seseorang dan institiusi (lingkungan) yang positif. Kita butuh lingkungan yang kondusif dengan diri yang kondusif untuk membentuk kondisi psikologis yang baik.
Penelitian pada artikel tersebut diperoleh dari pelatihan psikologi positif secara online berbasis nilai-nilai Islam. Pelatihan tersebut ditujukan untuk meningkatkan emosi positif dan kebermaknaan hidup terhadap para peserta. Adapun pendekatan Islam yang digunakan karena agama diyakini memiliki peran penting dalam mencegah gangguan mental maupun fisik pada seseorang. Penulis artikel tidak setuju dengan pandangan bahwa kegiatan yang dilaksanakan secara online tidak akan berjalan efektif, sebaliknya penulis mengungkapkan bahwa justru dengan pemanfaatan media online dapat menjadi solusi yang tepat di era sekarang dalam berbagai hal, seperti pelatihan psikologi online yang bisa membantu siswa ataupun mahasiswa untuk meningkatkan resiliensi dan mampu menghadapi tantangan masa depan meskipun dari jarak jauh.
Adapun berlangsungnya penelitian tersebut, yakni diawali dengan penyebaran infromasi ke media-media sosial, peserta yang mendaftar kemudian diseleksi hingga terpilih 10 peserta yang merupakan mahasiswa, 9 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Sesuai pada metode yang digunakan yaitu metode quasi eksperimen, peserta yang menjadi subjek penelitian adalah peserta tetap, tidak dirandom. Peserta pada mulanya diberi pre-test, kemudian diberikan pelatihan, dan diakhiri dengan post-test. Pelatihan dibagi dalam enam sesi.
Sesi pertama, gunakan kekuatanmu. Sebagaimana QS. At-Tin: 4 “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia alam bentuk sebaik-baiknya.” Emosi positif yang diharapkan yakni peserta menyadari bahwa Allah Swt. telah menganugerahkan yang terbaik untuk kita, maka kita sudah semestinya memanfaatkan dengan maksimal. Misalnya tidak menunda-nunda pekerjaan, membuat jadwal harian, membantu orang lain, menggali potensi, dan meningkatkan kualitas diri.
Sesi kedua, keberkahan. Sebagaimana QS. Ibrahim : 7, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”. Ketika kita bersyukur dengan apa yang kita alami dan kita miliki, maka Allah akan memberkahi kita dengan menambah nikmat-nikmat yang lain.
Peserta dilatih untuk meningkatkan emosi positif dengan menulis dan menafsirkan peristiwa-persitiwa positif yang didapatkan seharian, meskipun dari hal-hal sederhana yang terkadang kita abai dalam mesyukurinya, seperti bersyukur karena masih bisa bangun lebih awal tanpa menggunakan alarm, bersyukur saat mendapatkan uang jajan. Misalnya dari uang jajan itu sebagian disisihkan untuk sedekah sebagai bentuk rasa syukur. Kalau menurut kalkulator manusia, tentu uang kita akan berkurang, tetapi menurut kalkulator Allah, kita justru menambahnya berkali-kali lipat.
Sesi ketiga, menikmati kedamaian. Sebagaimana QS: Ali-Imran 190-191 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.”
Para peserta seakan-akan diajak untuk melakukan meditasi, menikmati keheningan, merenung, berpikir, menghayati, hingga mampu memetik hikmah atas peristiwa yang ada di alam semeseta. Pada sesi ini, para peserta diharapkan mampu mendekatkan diri kepada Allah berdasarkan kedamaian batin yang dirasakannya.
Sesi keempat, rasa Syukur. Sebagaimana Hadits Sunan Tirmidzi No. 1877 dan Sunan Abu daud No. 4179. Sesi ini akan mencoba mengalihkan para peserta yang kiranya memiliki hubungan buruk dengan orang lain agar mampu memperbaiki hubungan tersebut, lebih menghargai kehadiran orang-orang sekitar, seperti keluarga dan teman. Sehingga peserta menyadari bahwa dalam hidup kita juga sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat.
Sesi kelima, komunikasi yang efektif. Selaras dengan perkataan Ibnu Fajar bahwa Allah memerintahkan kepada manusia unntuk menghindari ucapan-ucapan buruk yang didengarkan, dikatakan, serta yang dapat melukai perasaan orang lain. Peserta diminta untuk menulis ringkasan percakapannya sehari-hari yang menerapkan komunikasi efektif ini, seperti memberikan motivasi kepada adik agar tambah semangat dalam belajar.
Sesi terakhir, biografi. Berdasarkan surah Adz-Dzariyat: 56. “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” Di tahap ini, peserta akan menentukan tujuan dan rencana hidupnya. Kehidupan yang dimaksud yaitu kehidupan yang bermakna, yakni beribadah kepada Allah dan senantiasa berada dalam ketataan. Sebagaimana Allah memerintahkan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, sehingga tugas kita adalah memakmurkan bumi ini dan menebarkan manfaat.
Penulis artikel menyimpulkan bahwa pelatihan psikologi positif online berbasis nilai-nilai Islam memberikan pengaruh dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa. Pelatihan seperti itu dapat menjadi upaya pencegahan dan penanganan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Pelatihan psikologi positif tidak hanya ditujukan agar kita mengenali orang lain, tetapi yang tidak kalah penting adalah kita mengenali diri sendiri, mengetahui kelebihan kita untuk dikembangkan, mengetahui kekurangan untuk evaluasi diri dan memperbaikinya, mengetahui tujuan dari apa yang kita lakukan untuk melatih diri berpikir runtut, baik, dan kritis.
Mengapa penting mengenali diri sendiri? Karena kita tidak akan menemukan makna hidup yang sejatinya kalau diri kita saja masih belum selesai dengan urusannya. Jangan hidup sekadarnya, hiduplah dan tebar manfaat, nikmati proses. Sebagaimana motto belajar santri Anwarul Qur’an, “Tidak apa-apa dikalah pintar, tapi jangan mau dikalah tekun. Dan lebih baik lagi, kalau dapat dua-duanya.” Ketekunan tidak lahir karena keturunan, melainkan harus dilatih, dibentuk, supaya melekat pada diri kita.
Sebelum munculnya penelitian dalam artikel tersebut, secara praktiknya Pesantren Anwarul Qur’an sudah jauh lebih dulu menerapkannya. Dimana satu atau dua kali dalam seminggu, pengajian ba’da maghrib di Pesantren ini diisi dengan kajian Psikologi Positif. Santri diajarkan langsung oleh Ustadzah Jusmiati, seperti cara relaksasi, bersyukur, memaafkan, dan kajian lainnya yang mampu memberikan efek dalam menjaga kesehatan mental para santri.
*Materi ini disampaikan oleh Ustadzah Jusmiati S.Psi., M.Psi. dalam kegiatan rutin bedah artikel pada hari Ahad, 30 Juni 2024.