Menyambut 10 Malam Terakhir Ramadan

Oleh: K.H. Aliasyadi, Lc. M.A*

Nabi menganjurkan agar 10 akhir Ramadan diisi dengan I’tikaf. I’tikaf adalah kegiatan mentransfer waktu, tempat dan jenis aktivitas dunia dari rumah pribadi ke rumah Allah. Jika di hari biasa sebagian besar waktu, tempat berbagai jenis aktivitas dunia dilakukan di rumah pribadi, maka di akhir Ramadan dialihkan ke masjid dan dari aktivitas dunia menjadi aktivitas akhirat.

Ada dua jenis paket I’tikaf. Pertama paket lengkap yaitu i’tikaf di masjid sepanjang akhir Ramadan tanpa meninggalkan masjid sama sekali. Selama di masjid seluruh aktivitas akhirat. Paket kedua: I’tikaf part time yaitu tinggal sejam dua jam di masjid, lalu kembali ke rumah bila ada kebutuhan dunia.

Apa pentingnya kita melakukan i’tikaf 10 akhir Ramadan?

Pertama: Motor dan mobil yang sudah lama dioperasikan akan mulai rusak dan macet. Dia butuh untuk diservis. Untuk menservisnya mobil dioff dari rutinitas harian untuk sementara dan ditinggal di bengkel servis. Jiwa yang telah lama kita pakai ini juga mulai banyak kerusakan. Butuh untuk diservis. Servis jiwa dilakukan dengan menghentikan rutinas harian duniawinya selama 10 hari dan meninggalkanya di bengkel masjid.

Ada dua proses penting selama proses servis berlangsung. Pertama: At-takhliyah, mengirit tubuh dari aktivias dunia seminimalis mungkin. Irit bicara (qillatul kalam), irit makan (qillatuttaam), irit tidur (qillatul manam), irit interaksi (qillatul anam). Kedua: At-tahliyah, mengisi jiwa dengan aktivitas akhirat semaksimal mungkin. Full zikir, full tafakkur, full tadabbur dan full doa.

Harapannya setelah dua proses ini berlangsung maka jiwa akan menjadi lebih terang melihat, lebih tajam mendengar, lebih kokoh mengenggam dan lebih tahan melangkah. Allah berfirman dalam hadist Qudsi:
Hamba yang senantiasa mendekat kepadaku dengan ibadah sunnah akan kucintai. Ketika aku mencintai hambaku maka pendengaranku yang dipakai saat ia mendengar, penglihatanku digunakan saat ia memandang, tanganku yang digunakan saatnia menggenggam dan kaki yang diayuhkan saat ia melangkah.

Kedua : Kita rajin melatih diri untuk sesuatu yang belum pasti dihadapi kemudian. Seperti latihan bahasa asing semasa sekolah. Padahal ketika tamat sekolah belum tentu dipakai. Sebaliknya, kita tidak melatih diri untuk sesuatu yang pasti. Mati itu pasti, tapi pernahkah anda berlatih untuknya?

Mati adalah pemutus segala kelezatan dunia, dalam sabda Nabi. I’tikaf adalah latihan memutus kelezatan dunia selama 10 hari. Penting menyadarkan jiwa tentang mati. Dan kesadaran biasa lahir dengan merasakannya. Sekedar melihat orang mati mungkin tak berefek menyadarkan kita. Tapi melakoni diri kita terputus dari seluruh koneksi dunia efektif membangkitkan sense mati di hati kita yang sedang mengeras.

Nabi pernah ditanya: siapakan manusia paling jenius? Beliau menjawab yang paling sering ingat mati dan paling bagus persiapannya untuk itu.

Ketiga: Lailatul Qadr diprediksi terjadi di 10 akhir Ramadhan. Lailatul Qadr tidak turun seperti air hujan turun dari langit. Air hujan dengan sangat dermawan memberi air kepada siapapun tanpa melihat penerimanya ingin dan suka atau tidak.

Lailatul qadr turun bagai gelombang sinyal yang hanya memberi kepada orang yang menyiapkan alat penangkap sinyal. Masjid adalah posisi di bumi yang paling kuat menangkap gelombang sinyal lailatul qadr dibandingkan rumah. Karena masjid lebih steril dari rumah.

Di rumah penuh dengan benda benda dunawi yang gelombang sinyalnya mengganngu bahkan lebih kuat dari sinyal lailatul qadr. Sehigga alih-alih berzikir kita lebih tertarik main game. Alih alih khatam al qur’an kita lebih suka khatam drama.

*Pimpinan Pesantren Anwarul Qur’an, Kota Palu

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *